Hidup makin sulit. Segalanya terasa serba susah. Menyerah pada keadaan hanya akan membuat kita makin merana. Satu-satunya jalan yang harus diambil tak lain adalah terus berjuang.
Seperti kisah seorang bapak penjual putu ini. Namanya Pak Teguh. Ia menjual kue putunya keliling kompleks pada malam hari. Bermodal alat sederhana, Pak Teguh menjajakan dagangannya. "Saya dagang mulai sore, jalan kaki berkilo-kilo sambil manggul dagangan memang sangat lelah tapi saya tetap semangat mencari nafkah halal karena kini ngga mudah mencari makan," ujar pak Teguh.
Pastinya kita tak asing dengan kue tradisional yang satu ini. Terbuat dari tepung beras butiran kasar dengan isian gula merah, ditambah parutan kelapa sebagai pelengkap, kue putu sangat pas dinikmati selagi hangat. Penjual kue putu pun memiliki kekhasannya sendiri. Kita bisa dengan mudah mengenali penjual kue putu saat terdengar bunyi, "Ngiiing... ," yang keluar dari tabung bambu yang digunakan untuk membuat kue putu.
Awalnya, Pak Teguh menjual berbagai mainan anak kecil namun menurutnya mata pencariannya tersebut tidak dapat menutupi biaya hidup untuk keluarganya. Akhirnya ia memilih berjualan kue putu. Walau dalam sehari ia hanya mendapatkan uang sebesar 50-60 ribu rupiah saja.
"Saya sudah empat tahun tinggal di Bogor sendiri karena keluarga ada di Jawa, awalnya jualan mainan di sekolah tapi kurang laku. Akhirnya saya banting setir jualan kue putu. Yah, walau tidak terlalu banyak untungnya tapi sudah bisa membiayai satu istri dan dua anak di kampung. Alhamdulilah," tambahnya.
Berjualan kue putu jelas ada kesulitannya sendiri. Salah satunya adalah parutan kelapa yang mudah basi. Jika sudah basi, kelapa akan dibuang oleh Pak Teguh. "Yah,kalo basi saya buang padahal tetangga pada minta tapi saya takut ngasihnya, takut udah basi," ujarnya sambil tersenyum.
Ada sebuah impian sederhana yang dimiliki oleh Pak Teguh. Sebuah harapan yang begitu bersahaja. "Saya cuma pengen jadi Pak RT aja," tuturnya. Semoga impian itu bisa segera terkabul, ya Pak Teguh.
Sumber : https://www.vemale.com/inspiring/lentera/99618-impian-sederhana-penjual-kue-putu-di-tengah-hidup-serba-susah.html
Seperti kisah seorang bapak penjual putu ini. Namanya Pak Teguh. Ia menjual kue putunya keliling kompleks pada malam hari. Bermodal alat sederhana, Pak Teguh menjajakan dagangannya. "Saya dagang mulai sore, jalan kaki berkilo-kilo sambil manggul dagangan memang sangat lelah tapi saya tetap semangat mencari nafkah halal karena kini ngga mudah mencari makan," ujar pak Teguh.
Pastinya kita tak asing dengan kue tradisional yang satu ini. Terbuat dari tepung beras butiran kasar dengan isian gula merah, ditambah parutan kelapa sebagai pelengkap, kue putu sangat pas dinikmati selagi hangat. Penjual kue putu pun memiliki kekhasannya sendiri. Kita bisa dengan mudah mengenali penjual kue putu saat terdengar bunyi, "Ngiiing... ," yang keluar dari tabung bambu yang digunakan untuk membuat kue putu.
Awalnya, Pak Teguh menjual berbagai mainan anak kecil namun menurutnya mata pencariannya tersebut tidak dapat menutupi biaya hidup untuk keluarganya. Akhirnya ia memilih berjualan kue putu. Walau dalam sehari ia hanya mendapatkan uang sebesar 50-60 ribu rupiah saja.
"Saya sudah empat tahun tinggal di Bogor sendiri karena keluarga ada di Jawa, awalnya jualan mainan di sekolah tapi kurang laku. Akhirnya saya banting setir jualan kue putu. Yah, walau tidak terlalu banyak untungnya tapi sudah bisa membiayai satu istri dan dua anak di kampung. Alhamdulilah," tambahnya.
Berjualan kue putu jelas ada kesulitannya sendiri. Salah satunya adalah parutan kelapa yang mudah basi. Jika sudah basi, kelapa akan dibuang oleh Pak Teguh. "Yah,kalo basi saya buang padahal tetangga pada minta tapi saya takut ngasihnya, takut udah basi," ujarnya sambil tersenyum.
Ada sebuah impian sederhana yang dimiliki oleh Pak Teguh. Sebuah harapan yang begitu bersahaja. "Saya cuma pengen jadi Pak RT aja," tuturnya. Semoga impian itu bisa segera terkabul, ya Pak Teguh.
Sumber : https://www.vemale.com/inspiring/lentera/99618-impian-sederhana-penjual-kue-putu-di-tengah-hidup-serba-susah.html